Jika Aku Juga Menulis Petualangan Seperempat Abad
Sama seperti penulis buku ini, Aku juga orang! tapi ternyata
hidupku tidak seperti orang-orang kebanyakan diusia 25an.
Setelah selesai membaca buku ini rasanya ingin teriak "I feel
you!" di depan penulisnya.
Bedanya dengan penulis, Aku jarang curhat di catatan facebook
apalagi di blog. Bukan, bukan karena memang jarang curhat. Tapi biasanya aku
curhat di WA story atau IG story yang jejaknya hanya bertahan 24
jam. Berupa kisah sendu yang diparodikan. Kata teman-teman "Dini kayaknya
berbakat stand up comedy-an". Eh, faktanya Aku gagal
jadi komika di sela pembelajaran fisika. Untungnya atas dasar "Treat everyone with respect at all times, no
matter what" murid-muridku tertawa.
Membaca buku ini melalui Gramedia Digital dengan voucher premium gratisan rasanya seperti
mengenang kebiasaan lama diakhir pekan. Berdiri terpaku membaca buku ditemani
instrumen khas Gramedia. Mencuri baca? Sepertinya bukan.
Setelah dipikir-pikir, Aku sepakat jika kisah petualangan seperempat abadku dimulai dari sini. Dimulai sejak berbagai inspirasi resolusi hidup menyerang
dari buku-buku bacaan.
Haris memulai buku ini dengan berbagai resolusi dalam hidupnya, resolusi mainstream yang membuat pembaca merasa "Aku jugaaaa". Kisahnya dalam mencapai berbagai resolusi itu disajikan dengan kocak dan ringan dibaca. Tentu ciri khas Haris Firmansyah tidak ketinggalan dalam buku ini, menyeret cuplikan cerita fiksi dari komik, novel dan film dalam tulisannya.
Sungguh hal yang sepertinya sulit untuk
kulakukan, karena Aku jarang mengingat detail cerita fiksi dari
buku yang kubaca. Maka biasanya yang terseret ke dalam tulisanku adalah
cuplikan kesimpulan dari suatu penelitian.
Haris menulis kisah petualangan seperempat abad nya secara
tersirat seputar cita-cita menjadi penulis. Disertai drama pilihan bekerja
sesuai passion atau sesuai realita
kehidupan.
Usia seperempat abad memang masuk kategori dewasa awal, tapi
sayangnya usia bukan indikator kedewasaan. Hebatnya Haris berhasil menjadi
dewasa dengan menyadari realita yang ada. Walaupun sebab utamanya karena
jebakan cicilan kendaraan.
Sampai sini Aku masih berpikir keras, sayangnya yang dimaksud bekerja
sesuai relita bagi kebanyakan orang khususnya para boomer adalah bekerja di kantor setiap hari kerja dengan seragam
yang sama. Jadi walau berpenghasilan tapi tidak bersergam, jangan harap
dianggap punya pekerjaan.
Setelah membaca buku ini Aku menyadari bahwa tidak ada yang
benar-benar kutekuni. Alias selama seperempat abad ini aku masih menjadi mediocre.
Biasa-biasa saja. Sepertinya inilah kelemahan seorang pembelajar cepat yang
berfokus pada hasil. Bukan berfokus pada identitas yang akan dibangun.
Musim startup ikutan buat startup digital. Lingkaran pertemananku saat itu adalah para founder startup! Aku dapat label perintis edu-tech startup dari para senior yang sebagian besar bergerak di bidang fin-tech dan jasa. Serius dikit mungkin Aku bisa berteman dengan Belva Devara dan Iman Usman. Wkwkwk. Tapi faktanya saat sudah jadi juara kompetisi, ya sudah. Perjuangan di bidang ini ku akhiri.
Musim blended learning di
luar negeri sana membuatku terinspirasi, susah payah Aku buat skripsi dan
produk pembelajaran campuran (blended
learning). Bahkan mencari rujukan penelitian sejenis yang berbahasa
Indonesia saja susahnya minta ampun. Hikmahnya skill reading ku naik tajam dan kemampuan googling ku meningkat tanpa ku sadari. Tapi lagi-lagi semua
berhenti ku jalani karena Aku sudah tidak minat lagi. Hasil nya sudah ku
dapatkan. Lulus saat ujian skripsi. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa
saat ini pembelajaran campuran menjadi keharusan karena pandemi.
Selain dua kisah di atas masih banyak kisah lainnya yang serupa
dengan beragam peluang yang ku lewatkan. Tapi apa
gunanya berandai-adai. Untungnya aku segera sadar dan mulai menentukan pilihan.
Berkali-kali Aku meyakinkan diriku sendiri untuk tidak berfokus pada hasil.
Fokuslah pada identitas apa yang ingin dijalani.
Walau nyatanya diusia seperempat abad ini belum melihat hasil
apa-apa dari pilihan tersebut, aku akan tetap fokus dan terus berjuang.
Insyaallah ada jalan.
Sama seperti Haris yang resolusi hidupnya satu-satu tercapai
dengan cara tidak terduga. Intinya tetap berdoa dan berusaha. Terima kasih
sudah menulis buku ini untuk dibaca!
#TodayIread
Terima kasih sudah baca. 🙏
BalasHapus