Berproses Menjadi Guru Terbaik: Belajar dalam Proses Membelajarkan


Berproses Menjadi Guru Terbaik: Belajar dalam Proses Membelajarkan





Seseorang cenderung belajar lebih banyak dari sepuluh hari kegagalan daripada sepuluh tahun keberhasilan
- Marle Shain

Suatu hari dipertengahan agustus lalu, aku adalah guru yang kacau. Niatnya mau menyajikan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, tapi ternyata siswaku tidak belajar apa-apa pada hari itu. Padahal, aku sudah merencanakan semuanya sejak awal, tapi aku salah—pembelajaran terkesan kacau. Lima belas menit pertama mereka masih semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan apersepsi dariku. Lima belas menit kedua, kelas mulai gaduh saat aku mencoba membagi mereka menjadi bebarapa kelompok untuk praktikum. Beberapa anak berlarian. Beberapa anak bingung dengan apa yang aku instruksikan, dan beberapa anak tidak peduli sama sekali selama kegiatan pembelajaran. Setelah 40 menit (1JP) aku duduk sambil berpikir banyak hal, faktanya ini memang pertama kalinya aku mengajar siswa kelas 7 dalam kelas besar yang heterogen. Sedangkan pengalaman mengajarku sebelumnya didominasi pada siswa-siswa SMA dan adik-adik tingkat di program study dengan asumsi sudah bisa menempatkan diri dan mudah menerima intruksi.

Belajar dari kegagalanku dihari pertama mengajar, hari dimana suara serak, energi terkuras, dan kepercayaan diri tergelincir ketingkat terendah. Malamnya, aku membaca-baca lagi buku karangan LouAnne Johnson –Pengajaran yang Kreatif dan Menarik-, blog, dan menonton video-video kegiatan pembelajaran di kelas. Aku perhatikan, menyimak berulang,dan memberi tanda pada bagian-bagian pentingnya. Sangat menakjubkan, video-video itu menampilkan kemampuan guru dalam mengelola kelasnya. Sementara ulasan dalam buku dan artikel-artikel blog tersebut memuat pengetahuan yang mengispirasi serta melepaskan dari anggapan bahwa kekacauan kelas akan terus mengiringi kegiatan pembelajaranku.

Yah, semua itu bukanlah permasalahan yang sederhana. Bahkan, guru fenomenal dan berbakat pasti pernah mengalaminya. Kita memiliki saat-saat dimana sesuatu tidak berjalan semestinya atau saat kegiatan pembelajaran tidak sesuai dengan yang kita rencanakan. Hal-hal tersebut tidaklah menjadi indikasi bahwa kita adalah guru yang buruk. Guru yang buruk adalah guru yang menyerah dan tidak mengambil pelajaran dari kegagalannya. Guru terbaik adalah guru yang menggunakan kegagalanya sebagai pemicu untuk terus belajar.

Well. Setelah berusaha untuk belajar, berikut beberapa poin yang bisa dipikirkan saat kekacauan terjadi dalam proses pembelajaran :

1.      Sebelum terjadi kekacauan dalam pembelajaran, siapkan rencana cadangan.
Aku mengajar fisika, misalnya rencana awal untuk penyampaian konsep adalah memaparkan fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari dan memandu mereka untuk menggagas argumen. Alternatifnya aku menyiapkan  praktikum sederhana untuk beberapa materi dan menuntun siswa untuk  bebas mengeksplorasi. Bahkan pernah pada suatu hari kelas becek dengan air, karena siswa penasaran dan berulang kali mencelupkan tangannya ke dalam air hangat dan dingin. Tapi pada akhirnya, mereka bisa menemukan jawaban atas rasa penasaran walaupun sesekali masih diberi clue.

2.      Tanyakan pada diri sendiri : “Kenapa kegiatan pembelajranku gagal ?”
Banyak alasan kenapa kegiatan pembelajaran bisa kacau, diantaranya :
a.       Segala sesuatu yang ada di sekolah berpotensi sebagai pengalih perhatian
b.      Instruksi yang membingungkan
c.       Materi yang dibawakan terlalu sulit
d.      Materi yang dibawakan terlalu mudah
e.       Pembelajaran yang membosankan
f.       Siswa yang kelelahan dan membutuhkan istirahat di tengah kegiatan pembelajaran

3.      Persiapkan rencana untuk hari berikutnya. Kita bisa memulainya dengan bertanya pada diri sediri :
a.       Apa yang harus diubah untuk siswa supaya mereka mengerti materi yang aku sampaikan ?
b.      Apakah mereka membutuhkan lebih banyak peran ?
c.       Apakah pelajaran ini sudah menarik ?
d.      Apakah aku harus mengemas konten yang sama denga cara berbeda ?

*Refleksi dan Perbaikan
Dalam kasus yang sudah dihadapi, kegiatan pembelajaranku gagal karena dua alasan. Alasan pertama adalah konten pembelajran sulit yang dikemas kurang sederhana. Aku mencoba langsung mengajak mereka berdiskusi terkait konsep yang akan dipelajari dan mengharuskan mereka berusaha berpikir. Tapi nyatanya, mereka belum memiliki kemampuan awal untuk memahami apa yang aku ajarkan. Kedua, kurangnya kemampuan dalam mengendalikan kelas karena terfokus untuk mengendalikan siswa.

Bahan bacaan :
Johnson, LouAnna. 2015. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta: Penerbit Indeks
Hill, Winfred. 2011. Theories of Learning. Bandung: Nusamedia
edutopia.org


Komentar

Postingan Populer