How My 2021 Went

  



Akhir tahun ini aku merefleksi kejadian-kejadian yang aku alami sambil membaca novel karya Bang Tere yang berjudul "Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membanci Angin". Aku lagi-lagi setuju dengan pernyataan anonim bahwa sastra itu melembutkan hati. Berulang kali aku menangis dan tertawa bergantian saat membaca novel tersebut. Lima menit pertama terpingkal, lima menit kemudian menangis. Begitu terus sampai tamat. Sehingga membuatku teringat bahwa inilah selayaknya hidup. Tidak ada yang abadi kecuali yang Maha Abadi. Kebahagiaan sifatnya sementara, dan kesedihan juga sementara. Tapi time step ((wkwk time step)) kehidupan bagi yang menjalaninya di dunia nyata tentu lebih lama dibanding di novel dari sudut pandang pembaca. Jadi baca novel itu mirip simulasi ((Hahaha simulasi)) kehidupan dengan genre tertentu. Btw. kalau boleh milih, aku mau hidupku bergendre romantic-comedy (romcom XD).


Banyak hal tidak terduga baik sedih dan senang yang aku alami sepanjang tahun. Tapi tetap saja aku tidak tahu pasti mana yang baik untukku, bagian sedih atau bagian senangnya. Rasanya seperti naik roller coaster dan tidak ada yang paham bagaimana rasanya serta apa yang sebenarnya dihadapi kecuali oleh penumpang roller coaster itu sendiri. Aku jadi penasaran gimana reaksinya jika ada orang yang dengar ceritaku, karena sejujurnya tidak ada yang tahu pasti apa yang aku hadapi setahun ini. Kalau ditulis bisa jadi novel berbagai genre, wkwk. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan. Lagi-lagi aku belajar bahwa apa yang telah ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku. Tidak perlu muluk-muluk untuk membuat resolusi tahunan. Yang terpenting adalah menghadirkan Allah dalam setiap urusan. Laa hawlaa wa laa quwwata illa billah


Kembali ke novel Bang Tere, tokoh utama dalam novel ini adalah Tania. Seorang anak perempuan cerdas yang tumbuh menjadi wanita cantik dan bijak. Kehidupanlah yang menempanya sedemikian rupa hingga akhirnya dia memahami bahwa daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Bahwa hidup harus menerima ... penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti ... pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami ... pemahaman yang tulus. Tidak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.


Sebagai pembaca saja butuh waktu cukup lama merenungi akhir dari cerita dalam novel tersebut. Menyesakkan rasanya. Tapi pada akhirnya, sebagai pembaca, tetap harus menerima bagaimanapun penulis mengakhiri cerita. 


Selain berdasarkan pengalaman pribadi dan novel, tahun ini aku banyak belajar dari kisah orang lain. Baik dengan cara tidak sengaja mengamati, maupun mendengar sendiri. Tahun ini aku berkenalan dengan frasa "Accidental Counsellor". Mungkin ini cara Allah supaya aku makin kuat berpijak, dipertemukan dengan orang-orang yang tidak ragu berbagi cerita denganku. Mengajakku kembali belajar bersyukur kala suka dan bersabar di kala duka. 


Cerita-cerita itu menegaskan bahwa tiap orang sedang berjuang dengan ujian yang sesuai kesanggupannya. Semuanya tampak relatif. Kadang terlihat sepele bagiku, tapi berat bagi orang lain. Kadang berat bagiku, tapi sepele bagi orang lain. Untungnya kita mengenal kata "empati" sehingga bisa saling tolong-menolong dan berbagi. Yup. Kita semua kesulitan, tapi kita bisa melaluinya sejauh ini. Keren. I'am proud of you!.


Satu hal lagi, tahun ini Aku belajar untuk mempercayai orang lain. Tidak ragu meminta pertolongan orang lain. Tidak takut akan penolakan dari orang lain. Selama ini Aku agak skeptis dengan penerimaan orang lain akan keterbatasan sesamanya. Hehe. Tapi namanya manusia sifat dasarnya dinamis, bisa berubah sewaktu-waktu, maka tetap tidak boleh menggantungkan harapan kepada sesama manusia karena pasti berakhir kecewa. 


***


"Lapangkan dada kami, dengan karunia Iman dan indahnya tawakkal pada-Mu"- Doa Robithoh



Komentar

Postingan Populer